Selasa, 03 Januari 2012

Perintah Menjaga Amanah

Bismillahirrahmanirrahim......
 
Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّا عَرَضْنَا الأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولاً

"Sesungguhnya kami menawarkan amanah (penyembahan) ini kepada langit-langit, bumi, dan gunung-gunung, akan tetapi mereka semua enggan menerimanya dan merasa berat dengannya. Lalu kemudian amanah ini diterima oleh manusia, sungguh manusia adalah makhluk yang zhalim lagi bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)
 
Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah-amanah itu kepada pemiliknya.” (QS. An-Nisa`: 58)
 
Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأَمِينُ

“Sesungguhnya orang terbaik yang kamu pekerjakan adalah orang yang kuat lagi amanah.” (QS. Al-Qashash: 26)
 
Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ هُمْ لأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

“Dan orang-orang yang menjaga amanah dan janji mereka.” (QS. Al-Ma’arij: 32)
 
Yakni: Ini adalah sifat dari orang-orang yang beriman.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:
بَيْنَما النبيُّ صلى الله عليه وسلم فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ, جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَمَضَى رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يحدثُ. حَتَّى إِذا قَضَى حَدِيْثَهُ قال: أَيْنَ السّائِلُ عَنِ الساعةِ؟ قالَ: هَا أَنا يَا رسولَ اللهِ. قالَ: إِذا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السّاعَةَ، قال: كَيْفَ إِضاعَتُها؟ قال: إِذا وُسِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السّاعَةَ

“Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam berada dalam sebuah majelis dan berbicara kepada sekelompok orang, ada seorang Arab badui yang datang lalu bertanya, “Kapan hari kiamat?” Tapi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terus saja berbicara. Setelah beliau selesai berbicara, beliau bertanya, “Dimanakah orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?” Dia menjawab, “Saya di sini wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Jika amanah telah ditelantarkan maka tunggulah hari kiamat.” Dia kembali bertanya, “Bagaimana amanah ditelantarkan?” Beliau menjawab, “Jika urusan sudah diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah hari kiamat.”
(HR. Al-Bukhari: 1/57)
 
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata: Sangat jarang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkhutbah di hadapan kami kecuali beliau bersabda di dalamnya:
لا إِيْمانَ لِمَنْ لا أَمانَةَ لَهُ، ولا دِيْنَ لِمَنْ لا عَهْدَ لَهُ

“Tidak ada iman orang yang tidak punya amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janjinya.”
(HR. Ahmad no. 12787 dan sanadnya dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah: 1/17)
 
Penjelasan ringkas:
 

Amanah adalah sesuatu yang sangat besar lagi sangat berat, karenanya Allah Ta’ala mencela manusia tatkala mereka menerima amanah Allah padahal mereka adalah makhluk yang lemah. Hanya saja tatkala manusia telah menerima amanah, baik amanah dari Allah maupun dari sesama makhluk, maka Dia memerintahkan untuk menjaga dan menyalurkannya kepada pemilik serta memuji siapa saja yang berhasil menyelesaikan amanahnya.Akan tetapi seiring dengan semakin dekatnya hari kiamat dimana keimanan semakin berkurang, maka demikian pula sifat amanah juga ikut berkurang. Karena amanah dan memenuhi janji itu berbanding lurus dengan keimanan dan agama yang baik. Karenanya Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa di antara tanda dekatnya hari kiamat adalah ketika setiap urusan diserahkan kepada selain ahlinya. Para pencuri diserahi amanah untuk mengumpulkan harta kaum muslimin, orang yang zhalim diserahi amanah menjaga dan melindungi kaum muslimin, para pelawak dan artis diserahi tugas mengajarkan agama kepada kaum muslimin melalui lawakan dan aktingnya, dan orang yang jahil terhadap agama ditempatkan di posisi pemberi fatwa, dan seterusnya, wal ‘iyadzu billah.

Kamis, 29 Desember 2011

Jagalah Allah, Pasti Engkau Menang!

   Dari Abul-‘Abbas ‘Abdullah Bin ‘Abbas –-semoga Allah meridoinya- ia mengatakan, “Aku berada di belakang Rasulullah saw. Beliau mengatakan, ‘Nak, Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapati Dia ada di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah; dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa jika seluruh umat berhimpun untuk memberikan manfaat (keselamatan) kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya selain apa yang sudah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya seluruh umat berhimpun untuk menecelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali kecelakaan yang memang sudah Allah tetapkan untukmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran.” (diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.

Dan dalam riwayat selaian dari At-Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda, “Jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu; kenalilah Allah pada saat mendapat kemudahan, niscaya Dia akan mengenalmu saat kamu mendapat kesulitan. Ketahuilah bahwa apa yang bukan jatahmu tidak akan mengenaimu dan apa yang menjadi jatahmu tidak akan salah sasaran. Ketahuilah bahwa pertolongan Allah bersama kesabaran; kelapangan ada bersama kesempitan; dan kemudahan ada bersama kesulitan.” (Al-Hakim dan Ahmad)

Kemenangan Islam dan dakwah islamiyyah adalah dambaan para pejuang di jalan Allah. Salah satu bentuk kemenangan itu adalah manakala nilai-nilai ilahiyyah mendapat tempat dalam kehidupan manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, negara, ekonomi, politik, maupun urusan lainnya. 

Nilai-nilai ilahiyyah yang dimaksud tentu bukan saja perilaku-perilaku saleh individual akan tetapi juga kesalehan yang berdaya guna semisal keadilan, kejujuran, dan keberpihakan kepada kebenaran apa pun risikonya.
Untuk mencapai kemenangan itu tentu saja setiap Muslim harus berusaha secara optimal dalam batas-batas kemampuan manusiawi. Usaha optimal untuk mencapai kemenangan itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan seterusnya. Akan tetapi tetapi harus dipahami bahwa segala upaya sehebat apa pun yang dilakukan manusia bisa tidak punya makna sama sekali manakala tidak memdapat perkenana Allah swt. Dan sebaliknya betapapun serba terbatasnya kaum Muslimin –dalam hal material dan kuantitas personal– dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan, jika Allah berkehendak untuk mengaruniakan kemenangan, tak satu kekuatan pun dapat menghalanginya.

Persoalannya adalah, apakah kita termasuk orang yang layak mendapat pertolongan Allah itu? Tentu ada prasyarat pertolongan Allah turun kepada kita. Nah, hadits di atas sarat dengan pesan-pesan luhur yang akan mengantarkan manusia mencapai kemenangan yang didambakan itu. Sampai-sampai sebagian ulama mengatakan, “Saya merenungi hadits ini dan saya benar-benar terperangah dengannya. Amat disesalkan bila ada yang tidak memahami makna hadits itu.”
Ihfazhillah, jagalah Allah! Menjaga Allah, kata Abul-Faraj Al-Hambali dalam kitabnya Jami’ul-‘Ulumi Wal-Hikam, adalah menjaga aturan-aturan, hak-hak, perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah swt. Tentu saja hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jika seseorang melakukannya, maka ia termasuk orang-orang yang menjaga aturan-aturan Allah seperti yang disebutkan dalam ayat-Nya: “Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (QS. 50: 32-33)

Kata ‘Hafizh’ (memelihara) yang tercantum pada ayat di atas ditafsirkan dengan ‘menjaga (melaksanakan) perintah-perintah Allah dan menjaga diri dari dosa-dosa dan selalu bersegera untuk bertaubat jika melakukan kesalahan-kesalahan.’ Di antara perintah-perintah agung yang harus dijaga oleh setiap Muslim adalah:

1. Shalat.
Secara eksplisit Allah swt. memerintahkan kita menjaga shalat. Firman-Nya: “Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.” (QS. 2:238)

Dalam ayat lain Allah memuji orang-orang yang memelihara shalat. Firman-Nya: “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (QS. 23:9)

Semakin banyak aktivitas, semakin berat beban perjuangan, semakin besar target yang ingin kita capai, seharusnya semakin membuat kita dekat dengan Allah. Dan momentum di mana seorang hamba sangat dekat dengan Allah adalah saat ia bersujud. “Keadaan yang paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah saat di sujud. Maka perbanyaklah doa di kala sujud itu,” demikian sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

Jadi, sangat ironis bila semakin banyak kegiatan malah semakin terlalaikan shalat; dan lebih celakalah lagi bila shalat itu dilalaikan justru dengan alasan kesibukan. Tidak akan ada barokah dari aktivitas yang melalaikan shalat. Apa pun alasannya. Termasuk dengan alasan bahwa yang penting adalah shalat aktivitas. Yang dimaksud dengan shalat aktivitas adalah kegiatan yang diklaim sebagai perjuangan menegakkan kebenaran. Itu saja dianggap cukup sekalipun meninggalkan shalat. Pasti perjuangan itu bukan di jalan Allah melainkan di jalan thaghut.

2. Janji atau sumpah.
Integritas dan kredibelitas seseorang dapat dilihat, antara lain, dari tingkat komitmennya terhadap sumpah dan janji. Makanya Allah swt. memesankan agar orang beriman berpegang teguh kepada janji atau sumpah yang dibuatnya. Firman-Nya: “Dan peliharalah sumpah-sumpah kalian.” (QS. 5:89)

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. 16:91)

Lebih berat lagi bobot janji itu apabila pelanggarannya dapat menyebabkan kesengsaraan orang banyak. Misalnya janji atau sumpah jabatan. Atau janji yang dibuat untuk menarik dan merekrut orang agar mendukung dirinya dan berpihak kepadanya.

3. Kepala dan Perut.
Dan di antara hal yang wajib dijaga adalah kepala dan perut. Rasulullah saw. bersabda, “Malu yang sebenarnya kepada Allah adalah engkau menjaga kepala dengan segala yang termuat di dalamnya dan menjaga rongga perut dengan segala yang di kandung di dalamnya.” (Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Bazzar)

Menjaga kepala dengan segala yang termuat di dalamnya di antaranya dengan menjaga pendengaran, penglihatan, lidah dari hal-hal yang diharamkan. Dan menjaga rongga perut adalah dengan menjaga hati dari segala penyakit hati.

Penjagaan Allah
Penjagaan Allah kepada hambanya menyangkut dua hal: pertama, kemaslahatan duniawi seperti penjagaan fisik, anak, keluarga, harta. Ini seperti yang Allah firmankan, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. 13:11)

Ini terjadi misalnya pada Safinah maula (sahaya yang dimerdekakan oleh) Nabi saw. Saat perahu yang dinaikinya pecah ia terdampar di sebuah pulau. Di hutan ia bertemu dengan seekor singa. Ternyata singa itu memberi petunjuk jalan. Setelah itu sang singa pergi.

Kedua, dan ini yang paling penting, penjagaan dalam urusan agama, keimanan, dan akhlak. Allah menjaga para hambanya hingga mereka bisa menghindari perkara-perkara yang merusak iman dan akhlak, hingga mereka meninggal dunia dalam keadaan iman. Betapa saat-saat ini kita membutuhkan pemeliharaan iman.

Kesejatian cita-cita untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan dengan berbagai upaya harus dibuktikan dengan sikap sejati dalam melakukan pendekatan kepada Allah. Dan kejujuran menegakkan syari’at Islam harus dibuktikan dengan kejujuran melaksanakannya baik dalam diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan dalam segala peran yang diembannya. Allahu a’lam.



Selasa, 27 Desember 2011

Hukum Menutup Rambut Bagi Perempuan

Telah menjadi suatu ijma’ bagi kaum Muslimin di semua negara dan di setiap masa pada semua golongan fuqaha, ulama, ahli-ahli hadits dan ahli tasawuf, bahwa rambut perempuan itu termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di hadapan orang yang bukan muhrimnya.

Adapun sanad dan dalil dari ijma’ tersebut ialah ayat Al-Qur’an: “Katakanlah kepada perempuan yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, …” (Q.s. An-Nuur: 31).
Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah SWT telah melarang bagi perempuan Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya. Kecuali yang lahir (biasa tampak). Di antara para ulama, baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa rambut perempuan itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan perhiasan yang tidak tampak.
Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, “Allah SWT telah melarang kepada kaum perempuan, agar dia tidak menampakkan perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Perhiasan yang lahir (biasa tampak) ialah pakaian.” Ditambahkan oleh IbnuJubair, “Wajah” Ditambah pula oleh Sa’id Ibnu Jubair dan Al-Auzai, “Wajah, kedua tangan dan pakaian.”
Ibnu Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata, “Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan dan cincin termasuk dibolehkan (mubah).”
Ibnu Atiyah berkata, “Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai dengan arti ayat tersebut, bahwa perempuan diperintahkan untuk tidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah dan supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada bagian-bagian yang kiranya berat untuk menutupinya, karena darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan.”
Berkata Al-Qurthubi, “Pandangan Ibnu Atiyah tersebut baik sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya shalat, ibadat haji dan sebagainya.”
Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah RA bahwa ketika Asma’ binti Abu Bakar RA bertemu dengan Rasulullah SAW, ketika itu Asma’ sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah SAW memalingkan muka seraya bersabda:
“Wahai Asma’! Sesungguhnya, jika seorang perempuan sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi dirinya menampakkannya, kecuali ini …” (beliau mengisyaratkan pada muka dan tangannya).
Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa rambut perempuan tidak termasuk perhiasan yang boleh ditampakkan, kecuali wajah dan tangan. Allah SWT telah memerintahkan bagi kaum perempuan Mukmin, dalam ayat di atas, untuk menutup tempat-tempat yang biasanya terbuka di bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah “kain untuk menutup kepala,” sebagaimana surban bagi laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli tafsir. Hal ini (hadits yang menganjurkan menutup kepala) tidak terdapat pada hadits manapun.
Al-Qurthubi berkata, “Sebab turunnya ayat tersebut ialah bahwa pada masa itu kaum perempuan jika menutup kepala dengan akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang, sehingga dada, leher dan telinganya tidak tertutup. Maka, Allah SWT memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu dada dan lainnya.”
Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah RA telah berkata, “Mudah-mudahan perempuan yang berhijrah itu dirahmati Allah.” Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya untuk menutupi apa yang terbuka.
Ketika Aisyah RA didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak dari saudaranya yang bernama Abdurrahman RA dengan memakai kerudung (khamirah) yang tipis di bagian lehernya, Aisyah RA lalu berkata, “Ini amat tipis, tidak dapat menutupinya.”

“Buat Apa Berkerudung Kalau Kelakuan Rusak” Benarkah?

Perempuan yang baik adalah yang bagus agamanya, yang dimaksud ‘agamanya’ adalah agama dalam hati bukan dalam penampilan. Pertanyaan, “Berarti lebih bagus perempuan tidak berkerudung tapi baik kelakuannya (beragama) daripada perempuan berkerudung yang tidak beragama (tidak baik kelakuannya)? Jawab: “Yang lebih bagus adalah perempuan yang berkerudung dan beragama sekaligus.”
 
Kenapa?
Realitas memperlihatkan kepada kita bahwa perempuan berkerudung lebih banyak yang beragama ketimbang perempuan yang tidak memakai kerudung.
Jika ada perempuan tak memakai kerudung tapi beragama (berakhlaq), maka itu adalah pengecualian dari perempuan-perempuan tak berkerudung yang rata-rata kurang berakhlaq.
Begitu pula jika ada perempuan berkerudung tapi tidak/kurang beragama, maka itu adalah pengecualian dari perempuan-perempuan berkerudung yang rata-rata beragama.
Kerudung adalah setengah petunjuk kalau wanita yang memakai kerudung tersebut adalah wanita beragama, setengahnya lagi adalah hati atau perilaku kesehariannya.
Bila perilaku keseharian seorang wanita muslimah sudah bagus namun belum berkerudung, segera lengkapi dengan kerudung, agar setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna. Begitu pula jika seorang wanita muslimah sudah berkerudung, namun akhlaq atau perilaku kesehariannya masih tidak baik, segera lengkapi dengan akhlaq yang baik, agar setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna.
Jadi, jangan ada lagi orang yang berkata “Buat apa berkerudung kalau kelakuan seperti wanita tak beragama (tidak baik), lebih baik tidak berkerudung!!”
Pernyataan itu keliru karena beberapa alasan:

Pertama: Alasan Syar’i
Pernyataan tersebut sama dengan menyeru perempuan untuk melanggar apa yang telah Allah perintahkan kepada wanita muslimah. Di dalam Al-Quran Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzaab: 59)

Kedua: Alasan Logis
Dikatakan sebelumnya bahwa wanita muslimah yang baik akhlaqnya namun tak berkerudung baru setengahnya menunjukkan kalau wanita tersebut beragama, karena setengahnya lagi adalah kerudung, berarti wanita yang tidak baik kelakuannya dan tidak berkerudung, tidak setengah pun menunjukkan bahwa wanita tersebut beragama. Maka, bukankah ini lebih parah nilainya di mata agama? Oleh karena itulah pernyataan di atas tidak menjadi solusi yang tepat.
Solusi yang Tepat
Bagi wanita muslimah yang sudah berkerudung dan merasa kalau akhlaq atau perilakunya masih jauh dari akhlaq seorang wanita muslimah yang sebenarnya, tidak perlu terhasut dengan pernyataan “Buat apa pakai kerudung, kalau…. dst” lantas melepas kerudungnya karena malu.
Solusi yang bijak adalah, biarkan kerudung itu tetap melekat bersamanya sembari berusaha untuk terus mengadakan perbaikan akhlaq atau perilakunya.
Pernyataan Lain
Kerudungi hati dulu, baru kerudungi penampilan. Jika pernyataan ini memang pernah terlontar dan pernah ada, alangkah bijak jika pernyataan ini kita ubah menjadi: “Mengerudungi hati tak kalah penting dari mengerudungi penampilan”.
Tentang pernyataan pertama, dikarenakan perbaikan akhlaq adalah proses berkesinambungan seumur hidup yang jelas bukan instan, dan dikarenakan tak ada yang dapat menjamin bagaimana dan seperti apa hari esok dalam kehidupan kita? Masih di atas bumi kah atau di dalam perutnya? Masih memijak kah atau dipijak? Maka menunda berkerudung dengan alasan memperbaiki akhlaq dulu adalah sesuatu yang tidak semestinya dilakukan oleh wanita muslimah mana pun.
Adapun pernyataan kedua, memang demikianlah adanya, bacalah Al-Quran dan tadabburi maknanya, maka kita temukan bahwa hampir setiap kali Allah berfirman tentang wanita muslimah yang baik (beragama), isinya adalah tentang “Bagaimana seharusnya wanita muslimah itu berperilaku?” selebihnya adalah tentang “Bagaimana seharusnya wanita muslimah itu berpenampilan?”. Jika berkenan bacalah QS. An-Nur ayat 31, At-Tahrim ayat 5, 10, 11 dan 12, dan seterusnya.

Pernyataan berikutnya adalah:
“Kerudung itu bukan inti dari Islam!” Ya, saya pribadi setuju, memang bukan inti dari Islam, tapi bagian penting dari Islam yang jika bagian itu tidak ada, maka terlalu sulit untuk dikatakan “Ini Islam” sama sulitnya untuk dikatakan “Ini bukan Islam”.
Dikatakan wanita muslimah sulit karena tidak pernah mau pakai kerudung, dikatakan bukan wanita muslimah juga sulit, karena shalat, zakat dan ibadah-ibadah lainnya tetap dikerjakan, juga akhlaqnya adalah akhlaq wanita muslimah.
Kalau saya ibaratkan, hal ini seperti bangunan rumah yang tak nampak seperti rumah, namun lebih tampak seperti gudang; berjendela tanpa kaca, tanpa lantai ubin, dan tanpa atap dan seterusnya.
Dikatakan rumah sulit, karena dari luar hampir tak dapat dibedakan dengan gudang. Dikatakan bukan rumah juga sulit, karena ternyata penghuninya lengkap, pasangan suami istri dan satu anak lelaki.
Jendela berkaca, pintu, atap, dan lantai ubin memang bukan bagian inti dari rumah, tapi tanpa adanya semua itu, sebuah bangunan akan kehilangan identitasnya sebagai rumah, konsekuensinya, orang-orang akan menyangka kalau bangunan tersebut adalah gudang tak berpenghuni.
Kerudung atau jilbab adalah identitas seorang muslimah (wanita beragama Islam). Kerudung lah yang memberi isyarat kepada lelaki-lelaki muslim bahkan semua lelaki bahwa yang mengenakannya adalah wanita terhormat, sehingga sangat tidak pantas direndahkan dalam pandangan mereka, kata-kata mereka, maupun perbuatan mereka (para lelaki).
Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzaab: 59)

Kesimpulan
Identitas seorang wanita muslimah itu adalah jilbab dan akhlaqnya, akhlaq tanpa jilbab kurang, sama kurangnya dengan jilbab tanpa akhlaq”.

Start Your Activities With BISMILLAH and End It With ALHAMDULILAH


 Mulailah hari-hari mu dengan mengucapkan BASMALLAH...   Karena dengan mengucapkan basmallah,, hari-hari mu akan terasa tenang dan nyaman...   Kita juga harus memulai setiap aktifitas sehari-hari kita dngan mengucap basmallah...Agar semua kegatan kita di berkahi oleh ALLAH SWT.  Jika kita merasa sulit dengan kegiatan itu,, cobalah dengan mengucap BASMALLAH !!!!  Insya ALLAH,, ALLAH akan membantu kita ^o^





Dan jika ingin menyelesaikan sebuah kegiatan ucapkanlah HAMDALAH...  Atau jika kamu di beri sesuatu yang nikmat oleh ALLAH,, jangan lupa juga mengucapkan HAMDALAH...    Karena dengan ucapan itu dapat menendakan kalau kita BERSYUKUR atas nikmat-nikmat yang telah diberi olehnya....  
Dan terakhir,,,  Akhiri hari-harimu dengan mengucapkan HAMDALAH juga yaaa!!!!!   
Agar kamu tetap dapat deberi nikmat yang lebih indah dari pada hari-hari kemarinnya !!!!    


  Eagerness to Greet Your Days Are Beautiful !!!

Senin, 26 Desember 2011

Bertaubatlah !!!!

Dosa merupakan penghubung antara manusia dengan TAUBAT. Setiap insan pasti akan terdetik didalam sanubarinya, rasa ingin bertaubat dan ini merupakan langkah pertama dalam menuju hakikat hidup yang sebenar. Fitrah dunia ini diciptakan adalah menjadi pentas buat kita mengumpul sebanyak bekalan yang mampu dibawa kedunia yang kekal abadi, dan beruntunglah mereka yang melalui jalan-jalan menuju taubat.




Adakah menjadi suatu masalah bagi Allah untuk mengampunkan dosa hamba-Nya? Kadangkala kita terlalu berfikir  tentang dosa dari taubat itu sendiri. Allah memasukkan seorang pelacur yang memberi anjing minum kedalam syurga, dan adakah menjadi suatu yang sukar kepada Allah untuk memasukkan kita kedalam syurga-Nya? Tiada yang mustahil buat Allah. Maka taubat adalah kunci penghapus segala dosa.      

 Firman Allah:
Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan "Taubat Nasuha", mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, pada hari Allah tidak akan menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengannya; cahaya (iman dan amal soleh) mereka, bergerak cepat di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka (semasa mereka berjalan); mereka berkata (ketika orang-orang munafik meraba-raba dalam gelap-gelita): "Wahai Tuhan kami! Sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan limpahkanlah keampunan kepada kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu". - Surah At-Tahrim (Ayat 8)

Allah tidak pernah meletakkan "Terma dan Syarat" dalam menerima taubat hambaNya. Ketahuilah, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Allah sangat menyukai apabila hambaNya merintih memohon taubat dariNya, dan ketahuilah kita sentiasa mempunyai ruang dan peluang untuk bertaubat meskipun sebesar mana dosa yang pernah kita lakukan. Maka manfaatkanlah ruang dan peluang taubat itu dengan sebaiknya sebelum kita dipanggil menuju ke destinasi sebenar.
- Artikel iluvislam.com



Jangan Tidur Di Lepas Shubuh !!!!!

Ibnul Qayyim pernah berkata,"Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya."

Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah bermalas-malasan dengan sering tidur, maka di petang harinya dia juga akan bermalas-malasan juga.
Antara AKAL dan NAFSU. Pertarungan ini hanya dimenangi jika manusia bersandarkan IMAN. Jika tidak manusia sama sahaja seperti HEWAN yang tidak menggunakan akal dengan betul. Membuang-buang waktu adalah perkara yang sangat merugikan.Seperti yang di katakan dalam mahfudzat berikut: "Al-Waqtu Atsmanu Mina Dzahab" Waktu itu lebih berharga dari pada EMAS..... Dan hanya syaitan yang suka membuang-buang waktu itu IBADAH. Semoga Allah memberi kebijaksanaan dan kekuatan untuk kita sama-sama mengikut perintah-Nya.
Sedang Nabi melewati anaknya Fatimah RA yang sedang berbaring pada waktu Subuh, maka beliau bersabda :


"Wahai anakku, bangunlah dan hadaplah rezeki Tuhanmu, dan janganlah engkau jadi dari kalangan orang yang lalai, sesungguhnya Allah membahagikan rezeki manusia di antara terbit fajar hingga terbit matahari." (Diriwayatkan al-Baihaqi)